Sabtu, 30 Mei 2015



PRAKTIKUM V

Topik               :  Platyhelminthes
Tujuan            :  1.   Mengetahui ciri morfologi dari phyllum Platyhelminthes
                           2.   Mengamati cara gerak Platyhelminthes (Planaria)
      3. Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri morfologi Fasciola hepatica.
Hari/tanggal    :  Kamis/ 26 Maret 2015
Tempat            :  Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

I.              ALAT DAN BAHAN
A. Alat:
1.      Alat tulis
2.      Mikroskop
3.      Kaca benda dan kaca penutup
4.      Cawan petri
5.      Baki
6.      Kertas milimeter
B. Bahan:
1.      Preparat/awetan Fasciola hepatica
2.      Planaria sp

II.           CARA KERJA
Cara mendapatkan Planaria: habitat di perairan sungai, danau yang jernih, aliran tidak terlalu deras dan dangkal, berikan potongan daging/cacing tanah kecil pada sela-sela batu dan tidak terbawa aliran air, tunggu beberapa saat.
A.    Planaria
1.         Menyiapkan alat dan bahan.
2.         Meletakkan planaria sp di atas kaca benda kemudian ditutup  dengan kaca penutup.
3.         Mengamati Planaria sp di bawah mikroskop dan menggambar  morfologinya serta memberi keterangan
4.         Meletakkan Planaria sp di atas kertas milimeter dan mengamati cara geraknya.
B.     Fasciola hepatica
1.         Meletakkan preparat/awetan Fasciola hepatica di bawah mikroskop
2.         Mengamati anatomi dari Fasciola hepatica, bagian mulut (anterior), sistem pencernaan, saraf, kelenjar vitelin, dan organ reproduksi
3.         Menggambarkan morfologinya dan memberi keterangan

III.             TEORI DASAR
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem syaraf  yang bersistem tangga tali, yang terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior  dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus. Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
Platyhelminthes terdiri atas 3 kelas yaitu: Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda. Planaria merupakan contoh dari kelas Trematoda. Planaria ini memiliki tubuh yang pipih, hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, dan mempunyai auricle. Hewan ini tidak memiliki anus, mempunyai daya regenerasi yang sangat baik. Sedangkan pada Fasciola hepatica juga memiliki tubuh yang pipih, tidak bersegmen, pada bagian mulut terdapat pengisap dan kadang-kadang mempunyai kait-kait, dan biasanya hewan ini hermafrodit.
Turbellaria yang hidup bebas di dalam air atau tempat yang lembab. Trematoda yaang hidup sebagai parasit, dan Cestoda yang hidup sebagai parasit di dalam usus vertebrata. Fasciola hepatica termasuk dalam kelas Trematoda.
Mulut Fasciola hepatica terletak di tengah-tengah alat hisap depan. Makanannya terdiri dari jaringan atau cairan tubuh tuan rumahnya yang dihisap oleh alat hisap kemudian melalui mulut masuk ke dalam saluran pencernaannya. Kelas Trematoda dapat kita bagi menjadi 2 ordo: Monogenea dan Digenea. Jenis Monogenea hanya mempunyai satu tuan rumah saja. Telurnya yang dilepas ke dalam air tidak banyak jumlahnya, bahkan kadang-kadang hanya satu butir saja. Larva yang terjadi langsung melekat pada tuan rumahnya, misalnya ikan, katak, atau reptil. Kadang-kadang di dalam suatu perairan terdapat banyak sekali larva yang semacam ini sehingga dapat mematikan banyak anak ikan, misalnya jenis Gyrodactylus yang hidup pada sirip, kulit dan insang ikan mas. Jenis hewan dalam ordo ini merupakan parasit luar (ektoparasit) Vertebrata; pada manusia belum pernah di dapat.

V.               v. ANALISIS DATA
1.      Planaria sp
Klasifikasi       :
Kingdom         : Animalia    
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Turbellaria
Ordo                : Tricladida
Sub ordo         : Paludicola
Family             : Tricladidae
Genus              : Planaria
Species            : Planaria sp.
Sumber            : Verma. 2002
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tubuh planaria sp. pipih dan simetri bilateral, bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan seperti dua keping yang terletak di sisi lateral yang disebut aurikel, dan bagian ekor meruncing. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada warna tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata (berfungsi untuk membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah ekor terdapat terdapat lubang mulut.  Meskipun hidup di air planaria tidak berenang, tetapi bergerak dengan cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan bantuan silia yang ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu merupakan “jalur” yang akan dilalui. Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir menyebabkan hewan bergerak. Selama berjalan meluncur, gelombang yang bersifat teratur tampak bergerak dari kepala ke arah belakang. Pada gerak merayap, tubuh planaria memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan tubuh mencengkeram pada substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus. Menurut pengamatan kami, dalam waktu 7.50 detik, planaria sp. dapat berjalan sejauh 1 cm.
Struktur Planaria tubuhnya pipih, memanjang dan lunak, berukuran kira-kira 15mm (5-25mm) panjang, bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, dan meruncing kearah belakang, dan berpigmen yang gelap. Planaria menghindari cahaya yang kuat dan pada siang hari.
 Planaria merupakan salah satu cacing pipih yang hidup bebas, kebanyakan hidup di dalam air tawar atau air laut, atau tempat yang lembab di daratan (Santoso,1994).
Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan dengan pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral diketemukan zona adesif. Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus, berfungsi dalam pergerakan (Jasin, 1984).
Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan sepasang bintik mata yang sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu, Planaria dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria tidak dapat melihat. Planaria lebih banyak menghabiskan banyak waktu di bawah bebatuan atau daun-daun. Planaria akan menghindarkan diri apabila terkena sinar yang kuat. Di bawah sinar difus, cacing itu aktif bergerak, berenang-renang ataupun merayap. Biasanya mereka berkelompok antara 6 – 20 ekor. Pada aurikel dipenuhi oleh banyak reseptor kimia, sehingga menggerakan kepala yang kesatu sisi ke sisi lain yang menyebabkan planaria mengetahui atau merasakan adanya sinyal kimia (bau) yang berdifusi dari sumber makanan.
Planaria sebagian besar karnivora. Makanan planaria berupa daging bangkai hewan atau hewan kecil lainnya. Alat pencernaannya terdiri dari 1. Mulut 2. Faring 3. Esofagus 4. Usus halus (intestine). Lubang mulut dilanjutakan oleh kantung silindris memanjang dan disebut rongga mulut (rongga faringeal). Esofagus merupakan persambungan dari faring yang langsung bermuara ke usus. Usus bercabang tiga, satu menuju ke anterior, yang dua secara berjajar bersebelahan menuju ke posterior. masing-masing bercabang lagi ke arah lateral yang buntu (diventrikulata/diventrikulum). Faring masing-masing terletak dalam sarung otot, probosis (faring) dapat keluar melalui mulut dan di belakang mulut terdapat porus genital.. Pada faring yang berotot tebal yang dapat dijulurkan berfungsi sebagai penangkap mangsa kecil seperti Dafnia, cacing lainnya ataupun bangkai. Planaria memiliki kemoreseptor pada sisi kanan dan kiri anterior, sehingga memungkinkan untuk bereaksi terhadap zat makanannya yang berupa rangsangan zat protein. Jika mangsanya tersentuh maka ujung anterior akan berbelok dengan cepat kearah mangsa dan kemudian akan melingkarinya. Dengan lendir excert glandulae mucosae yang terdapat di sepanjang sisi badan dan kapsula, maka mangsa dapat lingkari dengan erat menangkap mangsa. Setelah itu mangsa yang sudah dilingkari tadi dimasukkan ke dalam mulutnya. Kemudian Planaria sp diam dengan separuh badan mangsa pada bagian anterior dan separuh badannya diliputi bagian posteriornya. Untuk selanjutnya faring akan ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan dengan segera mangsa ditarik masuk ke dalam mulut bersama faring.
Pencernaan pada planaria terjadi di dalam sel (interseluler) dan diluar sel (ekstraseluler).untuk pencernaan dalam sel terjadi dengan pertolongan vakuola makanan  yang berupa rongga untuk mencerna makanan. Untuk pencernaan luar sel dibantu oleh enzim yang dibentuk usus . cara menagkap mangsanya pertama-tama makanan ditangkap oleh probiosis kemudian diselaputi lendir ( lendir yang diproduksi oleh kelejar lendir) atau cairan pencernaan yang ditempatakan disekitar makanan, makanan yang larut kemudian diserap usus. Makanan di cerna secara ekstraseluler, kemudian sel-sel tertentu pada epitel usus dapat membentuk pseudopodia dan mencerna makananannya / mangsanya di dalam vakuola makanan (pencernaan intraseluler). Sari-sari makanan di serap (absorpsi) dan secara difusi masuk keseluruh jaringan tubuh. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan/sisa makanan yang tidak dicerna di keluarkan kembali dari usus melalui mulut. Jika persediaan makanannya habis atau tidak ada maka ia akan memakan tubuhnya sendiri. Dan organ pertama yang dikorbankan adalah organ bagian reproduktif, kemudaian sel-sel parenkim, otot dan seterusnya sehingga tubuhnya berukuran kecil. Planaria ini dapat meregenerasikan sel-selnya yang sudah hilang (rusak) atau termakan oleh dirinya sendiri ketika ia telah menemukan makanan kembali.
Sistem eksresi pada Planaria terdiri dari pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyam-anyaman dan sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api atau flame-cell. Flame sel atau sel api tersebut terletak tersebar di antara sel-sel tubuh lainnya terutama di bagian mesenkim. Adapun fungsi sel-sel api ini adalah sebagai alat ekskresi yaitu membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme zat nitrogen dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari dua ganglia yang terdapat pada bagian kepala. Dari masing-masing ganglia terdapat seberkas saraf yang memanjang ke arah posterior pada tepi tubuh. Setiap berkas saraf ini bercabang horizontal menghubungkan kedua berkas saraf lateral hingga membentuk sistem saraf tangga tali. Ganglia ini dapat dianggap sebagai otak hewan ini.
Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Reproduksi aseksual dengan cara memotong tubuh di alami oleh sebagian besar anggota Turbellaria air tawar. Pada umumnya cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi di lengkapi dengan “sel yolk khusus” yang tertutup oleh cangkang telur. Reproduksi pada Planaria dapat di lakukan dengan vegetatif secara membelah diri dan secara generatif dengan perkawinan. Planaria ini merupakan hewan hermaprodit (monoceus) tetapi tidak mampu melakukan pembuahan sendiri. Kedua alat kelamin ini berkembang dari sel-sel formatif pada parenkhim (JICA,2001). Pembelahan diri (fragmentasi planaria) dapat terjadi dengan berbagai cara seperti gambar di bawah ini .
Description: http://www.biologipedia.com/wp-content/uploads/2015/01/regenerasi-planaria.jpg









        
          Gambar 4. Fragmentasi pada Planaria sp

       2. Fasciola hepatica
  Klasifikasi :
  Kingdom         : Animalia
  Phylum                        : Platyhelminthes
  Class                : Trematoda
  Ordo                : Digenea
  Familia             : Digeniadae
  Genus              : Fasciola
 Spesies              : Fasciola hepatica
 Sumber             : Hegner, 1968
     Berdasarkan hasil pengamatan terhadap awetan Fasciola hepatica pada mikroskop, terlihat bagian tubuh dari Fasciola hepatica yang berwarna  merah hati, memiliki mulut, anterior, posterior dan ventral. Pada bagian depan terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap. Alat ini terdapat juga di daerah ventral yang berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior, kecuali itu terdapat lubang lain sebagai akhir dari saluran laurer. Pada penampang memanjang pada Fasciola hepatica menunjukkan struktur badan berdinding terdiri dari kulit jangat yang berisi spinules, lapisan otot dan mesenchyme.
               Fasciola hepatica merupakan Platyhelminthes dalam kelas Trematoda. Disekitar mulut terdapat alat hisap (berfungsi sebagai alat penempel pada hospes). Batil isap ini terdapat di sebelah anterior dan ventral. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot yang tersusun atas tiga lapis, yaitu lapisan luar melingkar, lapisan tengah longitudinal dan lapisan dalam diagonal (Rusyana, 2013).
Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm.  Bagian anterior berbentuk seperti kerucut dan pada puncak kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya ±1 mm, sedangkan pada bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya ±1,6 mm. Saluran pencernaan bercabang–cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis dan kelenjar vitelin juga bercabang –cabang. Ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira –kira 30x16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu (Sutanto et al, 2008)
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar. Endoderm melapisi saluran pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx yang merupakan saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang utama yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh. Hewan ini tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh pencernaan itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan erat pada hospes.
Sistem saraf terdiri dari ganglion serebral, terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak. Dari ganglion serebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf  secara radier menuju ke arah lateral, anterior, dan posterior. Cabang posterior terdiri dari satu pasang (kanan dan kiri) yang saling bersejejar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf..
Sistem ekskresinya berupa sel-sel api (flame cell) dan dapat juga melalui saluran utama yang mempunyai lubang pembuangan keluar. Sistem sarafnya berupa sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai otak (bertindak sebagai susunan saraf serta mengkoordinir segala aktivitas tubuhnya).
Hewan spesies ini sebagian besar hermafrodit. Reproduksinya secara seksual atau generatif, yaitu persatuan antara gamet jantan dan gamet betina. Alat reproduksi jantan terdiri atas: sepasang testis, dua pembuluh vas diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat reproduksi pada betina terdiri atas: saluran tunggal ovarium, saluran oviduct, kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
Habitat Fasciola hepatica di dalam hati hewan ternak memamah biak seperti sapi. Cacing ini bersifat endoparasit pada hospesnya. Cacing yang terdapat di dalam tubuh siput air tawar merupakan fase mirasidium Fasciola hepatica. Cacing ini memiliki ciri-ciri tubuhnya berwarna putih transparan.
Di dalam tubuh hewan ternak (sapi, domba, kambing, kerbau) terdapat telur cacing yang sudah dibuahi kemudian telur tersebut keluar bersama fases dari hewan ternak tersebut. Telur yang telah dibuahi apabila jatuh di tempat yang lembab menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium yang mikroskopik, dorsoventral, berbentuk kerucut dalam keadaan bebas larva tersebut melangkah berenang dengan cilianya. Cilia itu mempunyai suatu lapisan luar/dari sel bersudut enam, mengatur di lima baris, di bawah lapisan ini adalah suatu lapisan otot tipis/encer. Apabila  mirasidium bertemu dengan inang perantaranya yaitu keong air (Limnea javanica) akan bersarang di dalamnya dan apabila tidak bertemu dengan keong air maka mirasidium akan mati. Selama 2 minggu dalam tubuh keong air, mirasidium tumbuh dan berkembang menanggalkan cilianya dan berubah bentuk menjadi bulat yang disebut larva sporokista. Sporokista berkembangbiak dengan cara paedogenesis (pembelahan diri pada fase larva) menjadi redia. Redia juga melakukan paedogenesis menghasilkan larva berekor dan bentuknya seperti berudu yang disebut serkaria. Serkaria keluar dari tubuh keong dan berenang dalam air dengan menggunakan ekornya, setelah menempel di rumput, serkaria akan melepaskan ekornya dan berkembang menjadi metaserkaria. Metaserkaria dibungkus oleh kista yang kuat dan tahan beberapa minggu. Jika termakan bersama rumput oleh hewan ternak, metaserkaria dapat menembus usus dan masuk ke dalam saluran empedu hati tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Kemudian di dalam tubuh hewan ternak tadi mengandung telur, telur dilepaskan melalui fases, dan seterusnya.

Description: http://www.cdc.gov/dpdx/images/fascioliasis/Fasciola_LifeCycle.gif











Gambar 3. Daur hidup Fasciola hepatica

Hewan-hewan yang tergolong Trematoda merupakan hewan yang hidup secara ektoparasit dan endoparasit. Oleh karena itu Trematoda merupakan hewan parasit, dia mengambil makanan berupa cairan tubuh atau jaringan inangnya saat ia menempel.  Dinding tubuh tidak tersusun oleh epidermis dan silia. Tubuhnya tidak bersegmen dan tertutup oleh kutikula. 
              


VI.             KESIMPULAN
1.  Phylum Platyhelminthes terbagi menjadi tiga kelas yaitu Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda.
2.   Fasciola hepatica dan Planaria sp termasuk ke dalam phylum    Platyhelminthes.
3.   Planaria sp memiliki tubuh yang pipih dan simetri bilateral, bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan seperti dua keping yang terletak di sisi lateral yang disebut aurikel, dan bagian ekor meruncing. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada warna tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata. Dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah ekor terdapat terdapat lubang mulut.
4.   Planaria sp bergerak dengan cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan bantuan silia yang ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir dari bagian tepi tubuh. Pada gerak merayap, tubuh planaria memanjang sebagai akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral.
5.   Bagian-bagian morfologi Fasciola hepatica terdiri dari mulut,  penghisap, tuhuh, dan saluran ekskresi. Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk seperti daun yang pada bagian anteriornya terdapat alat penghisap.






















VII.          DAFTAR PUSTAKA

Gambar 1. Fasciola Hepatica. http://www.savalli.us/BIO385/Diversity/05.PlatyhelminthesImages/SheepFlukeLabel.jpg  diakses pada tanggal 31 Maret 2015
Gambar 3. Daur hidup Fasciola Hepatica.
Gambar 4. Fragmentasi pada Planaria. http://www.biologipedia.com/wp-content/uploads/2015/01/regenerasi-planaria.jpg diakses pada tanggal 31 Maret 2015
Halang, Bunda, Dharmono, Mahrudin, M. Arsyad, Amalia Rezeki. 2015. Penuntun Praktikum Zoologi Invertebrata. Banjarmasin: Jurusan PMIPA FKIP UNLAM.
Hegner, Robert.W. & Joseph G.Engemann. 1968. Invertebrates Zoologi.    London: The Macmillan Company Collier-Macmilllan Limited.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan Invertebrata dan vertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya
JICA. 2001. Zoology Avertebrata. Semarang: FMIPA UNNES
Rusyana, Adun. 2013. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Bandung: Alfabeta
Santoso. 1994. Ekologi Umum. Malang: UMM Press.
Sutanto, Inge et al. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Verma, P.S. 2002. A Manual Of Practical Zoology Invertebrates. S. Chand & Company LTD : New Delhi.

0 komentar:

Posting Komentar